Buku Perlindungan Hukum Terhadap Korban Melalui Putusan Pengadilan Dalam Sistem Peradilan Pidana Ditinjau Dari Perspektif Restoratif Justice
Pada dasarnya perlindungan terhadap Korban di Indonesia secara komprehensif menurut Heru Susetyo, bisa dibilang masih jauh panggang daripada api. Penegakan hukum selama ini cenderung lebih memperhatikan Pelaku atau Tersangka Pelaku kejahatan ataupun Terdakwa dan Terpidana daripada Korban. Perhatian terhadap Saksi juga cenderung lebih banyak daripada kepada Korban. Apalagi Saksi tersebut pada saat bersamaan adalah juga Tersangka atau Terdakwa yang amat diperlukan keterangannya untuk persidangan. Akan halnya Korban yang semata-mata adalah Korban dan bukan sekaligus Pelaku ataupun Saksi, perhatian terhadap mereka masih amat minimal. Korban masih belum mendapatkan pelayanan dan pensikapan yang optimal dari penegak hukum, demikian juga dari pemerintah, apalagi dari masyarakat pada umumnya. Seringkali malah yang terjadi adalah reviktimisasi atau double viktimization. Dimana Korban kejahatan setelah terviktimisasi kemudian menjadi Korban (re-viktimized) lagi akibat pensikapan aparat hukum yang kurang tepat. Alih-alih Korban diperhatikan, sebaliknya Korban malah menjadi Korban kesewenang-wenangan aparat hukum ataupun masyarakat.2 Dengan demikian eksistensi Korban dalam sistem peradilan pidana semakin terdistorsi hak-hak asasinya dihadapan realitas hukum dan keadilan. Sungguh ironis sebuah tatanan sistem peradilan pidana yang diharapkan dapat menyelesaikan konflik hukum secara adil di masyarakat justru memperdaya pengorbanan Korban yang telah membantu proses penegakan hukum pidana. Tentu hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja, haruslah ada terobosan hukum yang progresif dan responsif dalam memperbaiki tatanan sistem peradilan pidana sehingga dapat memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap Korban secara maksimal